Batu Dakon Santiloka - GEKABORGA

Batu Dakon Santiloka

Batu Dakon Santiloka


 Batu Dakon Santiloka
Banaran / RT/RW: 23/05, Banaran 8, Playen

Menurut kesaksian narasumber yang bernama Sujatmiko (51 tahun), Batu Dakon di Pura Santi Loka semula ditemukan di Sendang Mojo. Sendang tersebut berada kurang lebih 1,5 Km dari Lokasi Pura Santi Loka. Batu Dakon sebelum dibawa ke Pura Santi Loka pada tahun 1991, semula berada di dekat sebuah pohon yang pada bagian bawahnya terdapat sebuah mata iar besar di Sendang Mojo (lihat foto lokasi). Oleh penduduk setempat, batu dakon dianggap keramat dan memiliki penunggu perempuan yang disebut sebagai Nyi Riwut. Nyi Riwut dipercaya tetap berada di dalam batu dakon meskipun telah berpindah tempat ke Pura Santi Lokal. Pada tahun 1985 Pura Santi Loka didirikan oleh Umat Hindu Banaran. Pada tahun 1991, batu dakon dibawa ke Pura Santi Loka atas prakarsa Suwandi Dwijo Marwoto (orang tua Sujatmiko) – kamituo atau tokoh Kalurahan Banaran yang dihormati. Sejarah Pelestarian Batu Dakon di Pura Santi Loka Sendang Mojo digunakan sebagai tempat memulai acara Rasulan Banaran. Banyak warga yang kirim sesaji untuk Nyi Riwut di Pura Banaran (tidak Hindu saja) Penempatan sebuah batu dakon di sebuah Pura, bukan merupakan kejadian yang pertama di Indonesia. Di Wilayah Kintamani Bali, ada tradisi menempatkan sebuah atau lebih batu megalitik di dalam sebuah Pura. Penempatan batu megalitik di dalam pura di daerah Kintamani berfungsi untuk memohon kesuburan, keselamatan, dan kesejahteraan masyarakat. Kasus yang terjadi di Kintamani menunjukkan bahwa tinggalan budaya Megalitik yang merupakan warisan leluhur masih dimanfaatkan oleh masyarakat hingga saat ini. Dengan demikian terjadi transformasi budaya berupa pelestarian tradisi leluhur yaitu dengan masih melakukan pemujaan terhadap tinggalan megalitik yang ditempatkan di dalam bangunan suci, menyatu dengan bangunan Masa Hindu Budha. Masyarakat Hindu di Kintamani masih menganggap bahwa bentuk tinggalan megalitik sebagai media pemujaan yang sakral dapat mempengaruhi keselamatan dan kesejahteraan umat Hindu dan masyarakat sekitarnya. K. Deskripsi : Batu Dakon di Pura Santi Loka Banaran merupakan batu dakon yang masih disakalkan oleh penduduk di Padukuhan Banaran VIII, Kalurahan Banaran, Kapanewon Playen. Batu yang memiliki bentuk tidak beraturan dengan 15 buah lubang tersebut berada di atas lantai mandala nista sebuah bangunan Pelinggih atau Padmasana (bangunan berbentuk seperti candi kecil yang digunakan sebagai istana Sang Hyang Widhi menurut kepercayaan Hindu). Benda tersebut merupakan benda yang tidak insitu, ditempatkan di Pura Santi Loka karena memiliki riwayat sejarah yang berkaitan dengan Pembangunan Pura. Pura Santi Loka merupakan bangunan yang didirikan oleh umat Hindu di Kalurahan Banaran pada tahun 1985. Bangunan tersebut menghadap ke arah barat dengan bentuk bangunan terbuka yang dibuat dengan tiga buah halaman yang bertingkat. Masing masing halaman dibatasi dengan pagar keliling yang dihubungkan dengan pintu. Halaman pertama atau halam depan disebut sebagai Mandala Nista, Halaman kedua atau halaman tengah letaknya lebih tinggi dari halaman pertama. Halaman kedua disebut sebagai Mandala Madya. Kemudian Halaman ke-tiga atau halaman belakang disebut sebagai Mandala Utama. Mandala Utama memiliki letak yang paling tinggi diantara kedua halaman yang lain yang disebut di atas. Pada mandala utama tersebut terdapat sebuah bangunan berbentuk joglo, dua buah padmasana kecil, dan sebuah padmasana besar (yang berada diantara dua padmasana kecil). Bangunan joglo berada di sisi barat sementara tiga buah bangunan Padmasana ditempatkan di sisi sebelah timur dengan arah hadap barat. Pada sisi sebelah barat Padmasana (diantara bangunan joglo dan padmasana) terdapat sebuah batur yang terbuka dengan lantai keramik. Pada waktu tertentu, halaman Mandala Utama (tepatnya di atas batur berlantai keramik) digunakan sebagai tempat beribadah umat Hindu, dengan posisi bersembah yang menghadap ke arah Padmasan atau ke arah timur. Meskipun batu dakon berada di atas lantai mandala nista Padmasana, namun umat Hindu tidak menggunakan media batu dakon sebagai sarana pemujaan. Umat Hindu yang bersembahyang di Pura Santi Loka, melaksanakan ibadah hanya menyembah kepada Sang Hyang Widhi. Batu Dakon di Pura Santi Loka dapat di deskripsikan sebagai berikut : - Terbuat dari bahan batu putih dengan bentuk tidak beraturan, - Berukuran panjang 80 cm, lebar 46 cm, dan tebal 14 cm - Terdapat 15 buah lubang dengan ukuran kedalaman yang bervariasi, - 12 lubang dalam keadaan utuh, sementara 3 buah lubang dalam keadaan tinggal setengah (diduga pecah), - Batu dakon dilselimuti dengan kain putih (kain kafan). Pada saat tertentu, terutama di saat purname (bulan purnama), Pura Santi Loka diadakan sembahyangan Hindu yang didatangi oleh seluruh umat Hindu Banaran. Pada saat itu, Sukiyarti (52 tahun) mengirimkan sesaji berupa dupa yang dibakar, bunga atau kembang setaman, dan kinangan (suruh, tembakau dan gambir) yang diletakkan di atas batu dakon.

Please write your comments